Minggu, 25 Juli 2010

Share : Mengajar anak menahan keinginan dengan Menabung

Ide ini muncul ketika saya sudah mulai kerepotan untuk melakukan negosiasi dengan si kecil ketika suatu hari dia minta dibelikan mainan. Negosiasi yang dilakukan tidak membuat Damar mampu mengurungkan keinginannya untuk membawa mobil – mobilan itu pulang, tetapi membuat Damar mengeluarkan senjata andalannya yaitu menangis.

Pikir punya pikir, akhirnya munculah ide untuk mengajari Damar menabung. Discuss dengan sang Papa pun dilakukan untuk menyusun langkah – langkah selanjutnya ( hehe seperti mikir strategi perang aja yah ). Tinggal menunggu saat yang tepat untuk melaksanakan ide itu. Bersabar….

Suatu hari, Hp saya berbunyi dan ternyata telpon dari Damar yang meminta saya untuk memberikan dia hadiah karena dia sudah berhasil meniti ( berjalan di atas bambu kecil ). Humm, saya ok-kan permintaannya dan berjanji akan mengajak dia membeli hadiah tersebut sepulang kerja.

Pulang kerja, kami bertiga meluncur ke sebuah toko mainan di kota. Tiba di sana, Damar segera memilih ‘hadiah’ yang dia minta. Pilih sana pilih sini, akhirnya pilihan dia jatuh ke mobil – mobilan yang dijalankan dengan pengungkit di salah satu ujung jalannya.

“Ade ingin hadiah ini? “ saya bertanya kepada Damar dan segera dijawab dengan anggukan kepalanya.

“Coba kita lihat harganya dulu yuk, De. Mama khawatir uang Mama gak cukup untuk membelinya. “

Kemudian kami sama – sama melihat price yang ada di balik dus mainan itu.

“Harganya Lima puluh ribu, De. Mama hanya punya uang Dua puluh ribu, berarti masih kurang tiga puluh ribu. Gimana ya De ?” , sambil pura – pura kebingungan saya bertanya kepada si kecil.

“Eh Ma, coba minta Papa, Ma. Mungkin Papa punya uang, Ma” , kata Damar sambil memandang Papa nya.

Papa membuka dompet kemudian berkata “Yah Papa juga sama seperti Mama, hanya punya uang dua puluh ribu. Kalau digabungin sama punya Mama, berarti masih kurang sepuluh ribu, De. Masih belum cukup untuk membeli mobil- mobilan itu. Gimana donk ?”

Hening sejenak.

“Eh gini aja De. Kita nabung dulu yuk, kita kumpulin uang dulu aja. Nanti Mama kasih Ade uang untuk ditabung tiap hari, uangnya nanti dimasukin ke celengan yang waktu itu kita beli itu lho. Nanti kalau uangnya sudah cukup, kita kembali lagi ke sini. Ok ?” , saya memandang Damar dengan berharap.

“Tapi Damar ingin beli mainan ini, Ma “, kata Damar dengan wajah memelas.

Dengan menguatkan hati untuk tidak bersimpatik pada si kecil, saya berkata ,” Iya, Mama tahu kalau Damar ingin membeli mobil itu. Tapi uang kita kan tidak cukup, sayang. Kita nabung dulu aja ya, Mama janji deh nanti kalau uangnya sudah cukup, kita akan kembali ke sini lagi.”

“Mama janji ya nanti kalau uangnya sudah cukup, Damar beli mainan itu” , kata Damar masih dengan wajah cemberut.

“Iya, Mama janji. Yuk kita janji ( sambil mengaitkan kelingking ku dengan kelingking Damar). Sekarang ayo kita pulang. Lets Go…”

Puji Tuhan, akhirnya berhasil juga. Satu langkah terlewati. Saya dan Papa saling memandang dan melempar senyum.

Esok paginya, saya beri uang seribu rupiah ke Damar untuk dimasukkan ke celengan. Hari pertama dan hari kedua, tidak ada pertanyaan dari Damar. Hari ketiga ketika Damar memasukkan uang tersebut ke celengan, Damar bertanya “uangnya sudah cukup belum ya Ma ?”

“Humm coba kita hitung dulu yuk..” , kataku sambil mengeluarkan uang yang ada dalam celengan.

“Seribu, dua ribu, tiga ribu …baru ada tiga ribu, De. Coba Ade hitung , kalau Ade perlu uang sepuluh dan Ade sekarang punya uang tiga, berarti Ade masih kurang uang berapa lagi supaya dapat sepuluh “.

“ade punya uang sepuluh ya Ma ( sambil menunjukkan kesepuluh jarinya ), terus Ade baru punya uang tiga. Berarti dikurangi tiga ya Ma jarinya ? “

“Iya , betul. Coba sekarang Ade hitung, berarti masih harus kumpulin uang berapa lagi ?”

“satu, dua, tiga, empat,lima, enam, tujuh ( sambil menghitung jari yang masih tegak setelah tiga jari dilipat ). Tujuh, Ma…”

“Iya, berarti Ade masih harus kumpulin 7 lembar uang seribuan lagi. Baru deh kita beli mainan itu. “

Setiap hari, Damar tidak bosannya bertanya dan menghitung jumlah uang yang terkumpul. Hingga tiba hari ke sepuluh, Damar menagih janjinya untuk membeli mainan yang dijanjikan. Jadilah sepulang kerja, kami bertiga pergi ke toko mainan itu lagi. Setiba di sana, Damar langsung mengambil mobil – mobilan itu dan dengan yakin memberikannya kepada saya.

“Ayo, Ma. Sekarang kita bayar mainan ini.”

“Ok “, kataku sambil berjalan menuju kasir.

Dalam perjalanan pulang, saya bertanya kepada Damar “ Damar sekarang sudah tahu kan manfaat dari menabung. Besok Damar menabung lagi ya, jadi kalau nanti Ade ingin beli mainan atau beli apa saja, Damar bisa ambil dari uang tabungan itu. Juga kalau misalnya uang Mama gak cukup seperti kemarin, Ade bisa ambil kekurangannya dari uang tabungan itu. Damar masih mau menabung gak besok ?”

“Masih, Ma. Damar masih mau menabung kok, nanti kalau uangnya sudah cukup kita beli laptop – laptopan yang tadi ya Ma”.

Temanggung, 25 July 2010

4 komentar:

Dion mengatakan...

Puji Tuhan dd damar dah bisa memaknai arti dr manfaat nabung di usia yg masih dini salut juga bwt mama papanya yg tlah mbri plajaran berharga bagi anak2 seusia dd damar sapa tau ini sbg inspirasi bwt ank2 yg lain.....om dion jg mau nabung ah br bisa beli mbil2an...hehehe

Martha Liumei mengatakan...

baru belajar kok yon..tp mungkin hal yg sama ga bisa diterapkan ke anak yg laen, hal ini tergantung dr karakter anaknya juga. Intinya sih bagaimana org tua kreatif dan inovatif mengusahakan yg terbaik utk anak dengan menyesuaikan minat, karakter dan bakat dr anak

Winda mengatakan...

saya ijin share ya mba.. thx ^^

Martha Liumei mengatakan...

silakan, winda..Jangan lupa mencantumkan sumber nya yah...tks