Kamis, 09 Desember 2010

Share : Flu Singapura

Flu Singapur atau HFMD pernah ramai diperbincangkan sekitar tahun 2009. Sempat baca sekilas waktu itu, tetapi saya abaikan karena saya pikir siapa sih yang mau pergi ke sana. Tetapi ternyata saya keliru, tidak disangka dan tidak diduga si kecil terkena Flu Singapur itu. Memang sih ini hanya analisa saya, karena saya memang tidak membawa Damar ke dokter. Tetapi berdasarkan search dan googling serta konsultasi dengan seorang sahabat yang berprofesi Dokter.


Tadinya saya sempat panik juga, ketika googling dan ternyata yang diderita Damar mirip dengan orang yang terkena Flu Singapur. Dulu sempet dengar juga kalau Flu tersebut berbahaya dan dapat mengakibatkan kematian. Untungnya di tengah kepanikan tersebut, saya sempat chatting dengan seorang sahabat dan teman kost di rumah kost YN ( say thank you to dr. Imel ) yang memberi saya ketenangan dan memberi saya beberapa masukan.


Berawal ketika jumat siang Damar mengeluh pusing dan sedikit demam. Saya pikir karena damar kecapekan karena perut Damar juga gak kembung. Tetapi Saya lihat ada bintik – bintik merah di telapak tangan dan kaki Damar .Sebagian berair dan sebagian tidak. Bintik – bintik merah tersebut tidak menyebabkan gatal atau sakit. Damar hanya mengeluh sakit di sekitar lutut kaki.Menjelang tidur, saya beri Damar obat penurun panas supaya Damar dapat tidur nyenyak.


Hari sabtu Damar masih demam dan mulai muncul sariawan di sudut bibir kiri dan kanan. Tetapi Damar masih dapat makan dan minum walaupun pelan – pelan. Heran juga kok Damar bisa sariawan ya, karena konsumsi buah dan sayur nya cukup. Tiap hari Damar konsumsi jeruk 2-3 buah, berarti untuk vitamin C nya sudah terpenuhi kan? Ternyata beberapa teman sekelas Damar juga menderita sariawan. Muncul pertanyaan juga waktu itu, masa sariawan menular sih? Hehehe…..Seharian kami usahakan Damar untuk lebih banyak konsumsi sayur dan buah nya supaya daya tahan tubuhnya meningkat.


Hari minggu demam sudah reda, tetapi Damar kesulitan untuk makan dan minum. Untuk membuka mulut saja susah, apalagi untuk makan dan minum. Sedih sekali melihat kondisi Damar seperti itu. Tetapi tetap diupayakan supaya ada cairan dan bahan makanan yang masuk walaupun harus dipotong sekecil mungkin supaya waktu disuapin tidak mengenai sariawannya.

Hari Senin Damar terlihat agak pucat karena dari hari Sabtu memang tidak ada nasi yang masuk ke perutnya. Obat sariawan yang dibeli waktu hari minggu pun tidak berpengaruh terhadap sariawannya. Akhirnya saya googling untuk mencari obat sariawan yang bagus dan aman untuk anak kecil. Dari hasil googling, baru ketauan kalau Damar terkena flu singapur. Awalnya cukup panik juga karena pernah dengar kabar kalau flu singapur itu berbahaya ,dsb. Setelah membaca artikel dan konsultasi dengan seorang sahabat , akhirnya saya cukup tenang juga karena ternyata flu tersebut dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu 7-10 hari. Yang menjadi konsentrasi saya pada saat itu sudah bukan flu singapur nya lagi, tetapi bagaimana menjaga kondisi Damar supaya tidak dehidrasi dan meningkatkan daya tahan tubuh nya. Susu Damar pun kemudian saya ganti dengan susu pediasure complete ( maaf menyebut merk ) yang merupakan makanan cair. Saat membuat susu, saya campur dengan madu dan air buah pir untuk kecukupan nutrisi nya karena buah pir bagus juga untuk pencernaan , mengingat sudah beberapa hari Damar tidak kemasukan bahan makanan. Setelah minum susu, 1 jam kemudian saya beri kandistatin ( maaf sebut merk lagi ) untuk pengobatan sariawannya. Senin sore rencananya saya bawa Damar ke dokter supaya mendapat obat untuk penghilang nyeri nya, tetapi apa daya dua dokter langganan kami tutup semua karena memang bertepatan dengan harpitnas dan malam 1 Suro.

Hari Selasa Damar sudah tidak terlihat pucat walaupun masih belum selincah biasa, tetapi sudah cukup membuat saya lega karena Damar tidak dehidrasi. Tetap diupayakan untuk minum pediasure dan roti regal sedikit demi sedikit, juga asupan air putih serta olesan blue band di bibir supaya bibir tidak kering.

Hari Rabu, keadaan masih sama seperti hari Selasa. Tetapi puji Tuhan malamnya Damar sudah dapat makan nasi. Dan keadaan berangsur membaik hingga sekarang. Damar sudah dapat beraktifitas seperti semula, lengkap dengan keusilan dan kekritisannya.


Informasi seputar HFMD dapat dibaca di : http://www.tanyadokteranda.com/penyakit/2010/08/apa-itu-flu-singapura

Temanggung, 10 Desember 2010

Kamis, 07 Oktober 2010

Kau di Hatiku Selamanya

Aku sedang mengamati penumpang yang berdatangan sambil menunggu pesawat untuk tinggal landas, ketika aku melihat sosok yang begitu aku kenal. Pria itu sedang menuju kursinya, tepat dua baris di depanku. OMG, tiba – tiba jantungku berdebar tak menentu. Dengan gemetar, kuambil majalah dari kantong kursi di depanku dan kuletakkan ke wajahku.Tuhan, semoga dia tidak melihatku. Begitu doaku dalam hati. Beberapa detik, kuturunkan majalah sedikit dari wajahku, bermaksud untuk mengintip apakah situasi sudah aman buatku untuk menyingkirkan majalah itu dari wajahku. Kutarik nafas lega begitu aku melihat sosoknya sudah duduk di kursi.

Kuamati sosok itu diam – diam dari tempat dudukku, sosok itu masih terlihat tegap dan kekar dengan tampang cool nya yang membuat banyak cewek berusaha menarik perhatiannya. Di bahu nya itulah dulu aku suka menyandarkan kepalaku saat menikmati waktu berdua bersamanya. Tertawa bersama, mengisi waktu luang bersama. Walaupun aku sering menggigit bibir jika aku melihat dia sedang dikelilingi oleh cewek – cewek yang berusaha menarik perhatiannya. Cewek – cewek cantik dan kaya yang pantas untuk bersanding dengannya dibandingkan aku. Tetapi lagi – lagi dia bisa meyakinkanku bahwa hanya ada aku di hati nya.

Tiba – tiba hatiku terasa perih, sangat perih..kenangan menyakitkan itu muncul lagi , saat dimana orang tuaku berusaha memisahkanku dari Bram. Ya, nama pria itu Bram. Orang tuaku memaksaku pulang kampung untuk dijodohkan dengan anak dari salah seorang kerabat. Semakin kuat aku mempertahankan Bram, semakin gigih pula orang tuaku memisahkanku dari Bram. Pertengkaran demi pertengkaran terjadi diantara kami. Hingga akhirnya orang tuaku menghadapkanku pada pilihan yang sulit, antara memilih mereka atau memilih Bram. Tak mau dikatakan anak durhaka, akhirnya aku memilih untuk mengikuti mereka dengan satu syarat. Aku akan pulang jika aku diijinkan untuk menemui Bram untuk terakhir kalinya.

Pertemuan terakhir dengan Bram cukup singkat karena aku hanya diberi waktu 5 menit sebelum aku boarding. Tak ada kata perpisahan, tak ada pelukan karena aku tak mau dia melihatku bersedih dan semakin sulit melepasku. Kukeluarkan sebungkus kado dari dalam tasku dan kuberikan kepada nya sebelum aku meninggalkannya. Deg…aku teringat baju yang tadi dikenakan Bram . Bukankah itu kado perpisahan dariku? Ternyata Bram masih menyimpannya hingga kini. Apakah itu berarti Bram juga masih menyimpanku di hatinya ? Apakah Bram masih mencintaiku.? Ingin kupanggil dia dan kutanyakan hal itu kepadanya sambil merebahkan dadaku di pelukannya seperti yang dulu sering aku lakukan. Dada yang selalu membuatku merasa hangat dan nyaman..

Plok…waduh apa yang aku pikirkan tadi? Dia hanya bagian dari masa lalu, yang gak akan mungkin bisa kembali. Aku sudah berbahagia sekarang dengan keluargaku. Aku memiliki keluarga yang harmonis, walaupun jujur saja aku tidak pernah bisa menghilangkan dia dari hatiku. Ssst …jangan bilang – bilang yah kalau aku masih menyimpan orang lain di hatiku…Capek dan lelah sebenarnya harus membohongi diri sendiri dan orang lain selama bertahun – tahun kalau sebenarnya aku masih mencintai Bram. Masih menyimpan namanya di lubuk hati ku yang paling dalam.

Tak terasa pesawat sudah mendarat dengan selamat di Bandara Soekarno Hatta. Para penumpang bergegas menurunkan barang – barang mereka dari bagasi sambil menunggu pintu pesawat terbuka. Aku masih tetap di tempat dudukku dengan majalah menutupi wajahku, menunggu hingga semua penumpang turun dari pesawat. Berharap tidak berjumpa dengan Bram. Tak kupedulikan orang – orang yang memandangku dengan tatapan heran. Beberapa saat kemudian kuturunkan majalah dari wajahku setelah tidak ku dengar langkah – langkah kaki. Dan ternyata…bram sedang berdiri di depanku dan memanggil namaku ..

”Richard…!”


Temanggung, 7 Oktober 2010

Kamis, 19 Agustus 2010

Benarkah Kita sudah Merdeka ?

Fiuh….akhirnya selesai juga latihan upacara untuk tanggal 17 Agustus nanti. Hari minggu yang biasanya buat bermalas – malasan, kali ini aku isi dengan latihan upacara di sekolah. Panas matahari yang menyengat membuat rasa hausku semakin menjadi. Terbayang es buah buatan Mama yang selalu menjadi menu buka puasa setiap hari. Segarrrr rasanya…..”Hummm mampir ke warung mbah Min dulu untuk minum es teh enak kali ya “, kataku dalam hati.

Tengok kanan , tengok kiri ..aman deh tidak ada orang di sekitarku. Aku segera beranjak ke warung mbah Min yang terletak di seberang sekolah dan memesan satu gelas es teh manis kesukaanku. Sebenarnya bukan kesukaanku sih, tetapi es teh selalu mengingatkanku akan seseorang yang hoby sekali dengan minuman ini. Kapanpun dan dimana pun dia tak pernah lupa untuk memesan minuman ini.

“Lho Kakak gak puasa ya ?”, tegur seseorang ketika aku hendak memasukkan sedotan ke mulutku.

“Andin, ngapain di sini ?”, tanyaku setelah hilang kekagetanku. Andin adalah anak Bi Inah, PA yang bekerja di rumah kami.

“Andin tadi sedang melihat latihan upacara di sekolah Kakak. Andin ingin sekali dapat mengikuti upacara lagi, Kak.”

“Hari Selasa besok kan Andin dapat ikut upacara untuk memperingati kemerdekaan Negara kita “ , kataku mengingatkan.

Andin terdiam mendengar kata – kataku dan menundukkan kepalanya. Tiba – tiba aku melihat ada butiran air jatuh dari kepala Andin yang tertunduk.

“Lho Andin ..Andin mengapa menangis ? Ada kata – kata Kakak yang salah ya ?”

Andin menggelengkan kepala dan tetap membisu. Aku biarkan Andin hingga Andin tenang dan menyelesaikan tangisnya. Tak lama kemudian Andin menghela napas dan mengangkat kepalanya.

“Andin sudah lama tidak sekolah , Kak. Ibu tidak punya uang untuk membiayai sekolah Andin. Untuk makan sehari – hari saja kami masih belum cukup,walaupun Ibu sudah dibantu oleh Kakak Andin. Kadang Andin hanya makan satu kali dalam sehari karena kalau Andin makan tiga kali , nanti adik – adik Andin yang tidak dapat makan kenyang”.

Kali ini giliran aku yang terdiam. Andin yang masih sekecil itu harus mengorbankan diri nya untuk adik – adiknya. Gadis kecil yang kuat,sedangkan aku ? Untuk menahan haus sebentar saja aku hampir gak bisa.

“Ayo Andin, Kakak antar Andin pulang. Andin mau kan gonceng Kakak naik sepeda ?”, ajakku setelah aku membayar segelas es teh yang tidak jadi aku minum tadi.

Aku mengayuh sepedaku dengan perlahan karena takut angin atau lubang akan menjatuhkan tubuh Andin yang kurus. Ketika tiba di belokan jalan menuju rumah Andin, aku melihat banyak orang keluar dari sebuah rumah.

“Di kampung Andin sedang ada yang punya hajat ya ?” , tanyaku sambil menunjuk ke rumah tersebut.

“Mana Kak ? Ooo itu, itu bukan ada hajatan , Kak. Tetapi orang – orang itu baru saja selesai melakukan ibadat di situ. Tiap hari minggu kami selalu melakukan ibadat bersama walaupun berpindah – pindah tempatnya “.

“Oo begitu. Kakak kira ada yang punya hajat di sini. Jadi habis dari gereja setiap minggu nya, Andin dan yang lain kemudian berkumpul lagi untuk melakukan ibadat bersama ?”

“Bukan begitu, Kak. Kami mengadakan ibadat di rumah penduduk, karena kami tidak memiliki bangunan gereja. Kata Ibu sih dari waktu Ibu masih kecil , warga sudah mengajukan ijin untuk mendirikan gereja di sekitar sini sehingga kami tidak harus menempuh perjalanan 2 jam untuk mengikuti misa tiap minggu nya. Andin juga gak tau Kak, mengapa sampai sekarang gereja belum juga dibangun.”

Aku terdiam lagi mendengar penjelasan Andin. Gadis kecil yang benar – benar kuat dan tabah, begitu banyak kepahitan yang harus dia alami di usia nya yang masih sangat muda.

Akhirnya kami tiba juga di rumah Andin, sebuah rumah mungil yang sangat sederhana. Andin menarik tanganku untuk masuk ke dalam rumahnya yang mungil. Di halaman depan aku melihat ada dua anak kecil yang usianya lebih muda dari Andin. Mungkin mereka adik Andin, kataku dalam hati. Walaupun Bi Inah bekerja di rumah, aku tidak begitu tahu tentang keadaan dan keluarga Bi Inah.

Aku pandangi ruang tamu rumah mungil itu, genteng atap terlihat jelas. Lantai yang belum sempat di semen dan dinding bambu merupakan komponen yang mendukung berdirinya rumah mungil itu. Sepintas aku melihat foto seorang gadis berusia sekitar 17 tahun di dinding foto itu.

“Itu Kak Santi, Kakak Andin yang kerja di luar negeri sekarang. Tetapi Kak Santi sebentar lagi akan pulang dan gak mau pergi ke sana lagi . Kata Kak Santi, Kak Santi gak mau kerja di Negara yang sudah menjajah Negara kita diam – diam. Andin bingung kok Kak Santi bilang kalau Negara kita dijajah ya Kak? Kan di Negara kita tidak ada perang senjata dor..dor..dor..? “, tanya Andin sambil menatapku.

AKu tersenyum mendengar pertanyaan Andin.

“Menjajah itu beda dengan perang, Andin. Kalau yang Andin bilang tadi, itu adalah perang senjata. Kalau menjajah itu artinya menindas atau menyusahkan pihak lain. Memangnya Kak Santi kerja di Luar negeri nya dimana, Andin ?”

“Andin gak tahu, Kak. Tapi Andin ingat Ibu pernah bacain surat dari Kak Santi yang ada kata – kata tari pendet dan lagu Rasa Sayange , Kak”.

# # #

Itulah pengalaman ku hari ini, diary. Pengalaman yang sangat berharga dan membuka mata serta menyisakan sebuah pertanyaan yang tak dapat aku jawab “ Benarkah kita sudah merdeka ?”

Temanggung, 19 Agustus 2010

Jumat, 13 Agustus 2010

Selamat Jalan, Mo Met


“Romo Blas meninggal semalem, mba…”, begitu kata seorang teman begitu aku tiba di kantor. Seketika aku terdiam dengan pandangan tak percaya.

Segera ku buka facebook dan email untuk mencari kebenaran berita itu. Dan ternyata berita itu benar. Aku membaca tulisan dari Lini dan Mbak Ratna tentang kepergian beliau tadi malam jam 21.30 di RS Elisabeth Purwokerto.

Aku mengenal Romo Slamet lewat dunia maya, kami memang belum pernah bertatap muka secara langsung. Hanya lewat email, chatting, sms dan telpon. Waktu pertama berkenalan, beliau memintaku untuk memanggilnya “Mo Met”. Waktu itu aku sempat bercanda “Mo, tebakan..Apa bedanya Mo Met dan Mumet ?”.

Beliau yang menguatkan dan meneguhkan aku waktu aku bimbang untuk menjalani proses ‘kawin campur’. Beliau yang membimbing aku saat aku bingung untuk mengambil langkah ketika hari perkawinan kami sudah dekat. Beliau juga yang dengan setia mengirim sms – sms peneguhan ketika aku hampir jatuh dan putus asa. Berkat beliau juga, proses pengurusan dokumen dan pemberkatan di gereja menjadi lebih mudah karena ternyata beliau kenal dengan romo paroki yang baru di gereja kami.

Ketika aku hendak memasuki ruang operasi untuk melahirkan anak pertama kami, beliau mengirimkan pesan singkat yang isi nya beliau ikut mendoakan keselamatan aku dan bayi kami. Beliau juga mengungkapkan keinginannya untuk dapat berkunjung ke Temanggung ketika beliau pulang ke Magelang nanti. Tetapi sayangnya ketika beliau pulang ke Magelang, aku sedang di luar kota.

Dunia memang sempit, setelah sekian lama kami tidak saling kontak. Tiba – tiba suatu siang hp ku berbunyi dan ternyata ada Sms dari romo Slamet “Ly, kamu kenal dengan Romo Mardi ? Ini beliau titip salam buatmu “.Ternyata saat itu beliau sedang ada pertemuan dengan romo Mardi dan beberapa Romo Projo. Waktu itu aku sempat membalas “Yah Romo , sedang rapat kok sempet – sempet nya kirim sms ke Lily ?” .

Beliau juga yang rajin mengirim sms kalau aku hendak bepergian dan menanyakan tentang keberadaan kami. Tak segan – segan juga beliau mengingatkan ku untuk memberitahu suami untuk hati – hati dalam mengemudi.

Begitu banyak kenangan yang telah beliau berikan. Begitu banyak peneguhan dan penguatan yang telah beliau berikan baik lewat kontak pribadi maupun lewat renungan – renungan dan tulisannya. Sekarang beliau sudah pergi untuk memasuki keabadian bersama Bapa di Surga.

Selamat Jalan, Mo. Selamat beristirahat dalam damai dan berbahagia bersama Bapa dan semua orang kudus di surga.

Temanggung, 14 Agustus 2010

Minggu, 25 Juli 2010

Share : Mengajar anak menahan keinginan dengan Menabung

Ide ini muncul ketika saya sudah mulai kerepotan untuk melakukan negosiasi dengan si kecil ketika suatu hari dia minta dibelikan mainan. Negosiasi yang dilakukan tidak membuat Damar mampu mengurungkan keinginannya untuk membawa mobil – mobilan itu pulang, tetapi membuat Damar mengeluarkan senjata andalannya yaitu menangis.

Pikir punya pikir, akhirnya munculah ide untuk mengajari Damar menabung. Discuss dengan sang Papa pun dilakukan untuk menyusun langkah – langkah selanjutnya ( hehe seperti mikir strategi perang aja yah ). Tinggal menunggu saat yang tepat untuk melaksanakan ide itu. Bersabar….

Suatu hari, Hp saya berbunyi dan ternyata telpon dari Damar yang meminta saya untuk memberikan dia hadiah karena dia sudah berhasil meniti ( berjalan di atas bambu kecil ). Humm, saya ok-kan permintaannya dan berjanji akan mengajak dia membeli hadiah tersebut sepulang kerja.

Pulang kerja, kami bertiga meluncur ke sebuah toko mainan di kota. Tiba di sana, Damar segera memilih ‘hadiah’ yang dia minta. Pilih sana pilih sini, akhirnya pilihan dia jatuh ke mobil – mobilan yang dijalankan dengan pengungkit di salah satu ujung jalannya.

“Ade ingin hadiah ini? “ saya bertanya kepada Damar dan segera dijawab dengan anggukan kepalanya.

“Coba kita lihat harganya dulu yuk, De. Mama khawatir uang Mama gak cukup untuk membelinya. “

Kemudian kami sama – sama melihat price yang ada di balik dus mainan itu.

“Harganya Lima puluh ribu, De. Mama hanya punya uang Dua puluh ribu, berarti masih kurang tiga puluh ribu. Gimana ya De ?” , sambil pura – pura kebingungan saya bertanya kepada si kecil.

“Eh Ma, coba minta Papa, Ma. Mungkin Papa punya uang, Ma” , kata Damar sambil memandang Papa nya.

Papa membuka dompet kemudian berkata “Yah Papa juga sama seperti Mama, hanya punya uang dua puluh ribu. Kalau digabungin sama punya Mama, berarti masih kurang sepuluh ribu, De. Masih belum cukup untuk membeli mobil- mobilan itu. Gimana donk ?”

Hening sejenak.

“Eh gini aja De. Kita nabung dulu yuk, kita kumpulin uang dulu aja. Nanti Mama kasih Ade uang untuk ditabung tiap hari, uangnya nanti dimasukin ke celengan yang waktu itu kita beli itu lho. Nanti kalau uangnya sudah cukup, kita kembali lagi ke sini. Ok ?” , saya memandang Damar dengan berharap.

“Tapi Damar ingin beli mainan ini, Ma “, kata Damar dengan wajah memelas.

Dengan menguatkan hati untuk tidak bersimpatik pada si kecil, saya berkata ,” Iya, Mama tahu kalau Damar ingin membeli mobil itu. Tapi uang kita kan tidak cukup, sayang. Kita nabung dulu aja ya, Mama janji deh nanti kalau uangnya sudah cukup, kita akan kembali ke sini lagi.”

“Mama janji ya nanti kalau uangnya sudah cukup, Damar beli mainan itu” , kata Damar masih dengan wajah cemberut.

“Iya, Mama janji. Yuk kita janji ( sambil mengaitkan kelingking ku dengan kelingking Damar). Sekarang ayo kita pulang. Lets Go…”

Puji Tuhan, akhirnya berhasil juga. Satu langkah terlewati. Saya dan Papa saling memandang dan melempar senyum.

Esok paginya, saya beri uang seribu rupiah ke Damar untuk dimasukkan ke celengan. Hari pertama dan hari kedua, tidak ada pertanyaan dari Damar. Hari ketiga ketika Damar memasukkan uang tersebut ke celengan, Damar bertanya “uangnya sudah cukup belum ya Ma ?”

“Humm coba kita hitung dulu yuk..” , kataku sambil mengeluarkan uang yang ada dalam celengan.

“Seribu, dua ribu, tiga ribu …baru ada tiga ribu, De. Coba Ade hitung , kalau Ade perlu uang sepuluh dan Ade sekarang punya uang tiga, berarti Ade masih kurang uang berapa lagi supaya dapat sepuluh “.

“ade punya uang sepuluh ya Ma ( sambil menunjukkan kesepuluh jarinya ), terus Ade baru punya uang tiga. Berarti dikurangi tiga ya Ma jarinya ? “

“Iya , betul. Coba sekarang Ade hitung, berarti masih harus kumpulin uang berapa lagi ?”

“satu, dua, tiga, empat,lima, enam, tujuh ( sambil menghitung jari yang masih tegak setelah tiga jari dilipat ). Tujuh, Ma…”

“Iya, berarti Ade masih harus kumpulin 7 lembar uang seribuan lagi. Baru deh kita beli mainan itu. “

Setiap hari, Damar tidak bosannya bertanya dan menghitung jumlah uang yang terkumpul. Hingga tiba hari ke sepuluh, Damar menagih janjinya untuk membeli mainan yang dijanjikan. Jadilah sepulang kerja, kami bertiga pergi ke toko mainan itu lagi. Setiba di sana, Damar langsung mengambil mobil – mobilan itu dan dengan yakin memberikannya kepada saya.

“Ayo, Ma. Sekarang kita bayar mainan ini.”

“Ok “, kataku sambil berjalan menuju kasir.

Dalam perjalanan pulang, saya bertanya kepada Damar “ Damar sekarang sudah tahu kan manfaat dari menabung. Besok Damar menabung lagi ya, jadi kalau nanti Ade ingin beli mainan atau beli apa saja, Damar bisa ambil dari uang tabungan itu. Juga kalau misalnya uang Mama gak cukup seperti kemarin, Ade bisa ambil kekurangannya dari uang tabungan itu. Damar masih mau menabung gak besok ?”

“Masih, Ma. Damar masih mau menabung kok, nanti kalau uangnya sudah cukup kita beli laptop – laptopan yang tadi ya Ma”.

Temanggung, 25 July 2010

Kamis, 15 Juli 2010

Selamat Jalan, Rio

“Waktu ku tinggal sedikit, Indy. Hanya tinggal beberapa hari lagi” , Rio berkata dengan suara pelan ketika kami nge-date untuk kesekian kalinya.

Persahabatanku dengan Rio sudah cukup lama sebenarnya , tetapi frekuensi pertemuan kami dapat dihitung dengan jari. Berawal dari perkenalan di sebuah forum kesehatan, dimana Rio menjadi salah satu moderator di situ. Dari beberapa tanya jawab dan konsultasi, akhirnya kami menemukan kecocokan dan menjadi dekat. Persahabatan antar lawan jenis yang tulus dan tanpa pamrih, tanpa diiringi perasaan lain. Kesibukan dengan rutinitas pekerjaan dan dengan keluarga masing – masing, membuat kami hanya dapat berbicara lewat dunia maya.

Aku menatap wajah tampan di depanku dengan diam, tanpa mampu berkata sedikitpun. Kugenggam erat tangannya, mencoba menyalurkan semua kekuatan yang aku miliki ke dalam dirinya. Dibalik ketegaran dan keceriaannya, dia menyimpan kepedihan yang begitu dalam.

“Rio, Tidakkah kamu ingin menceritakan hal ini kepada Lia? Dia istrimu, Rio. Dia berhak tahu apa yang sedang kamu alami. Ijinkan dia untuk ikut menanggung semua itu, Rio.” Kataku pelan sambil tanganku tetap menggenggam tangannya.

“Tidak, Indy. Aku tidak ingin melihat dia sedih, aku tidak ingin hari – hari nya yang ceria dirusakkan oleh penyakitku. Kebahagian dan keceriaan dia adalah salah satu sumber semangatku. Biarlah dia tetap ceria dan menularkan keceriaan itu untuk dua malaikat kecil kami. Berita tentang penyakitku hanya akan membuat dia lemah, dan akan berdampak buruk untuk anak – anak “, Rio menjawab dengan suara pelan tetapi tegas.

Lagi – lagi aku hanya dapat terdiam mendengar penjelasannya. Begitu besar kasih mu untuk keluargamu, Rio. Hingga kamu rela menanggung semua penderitaan itu sendiri, bahkan ketika kamu tahu kalau kebersamaanmu dengan mereka hanya tinggal hitungan hari.

“Aku hanya ingin sisa hidupku berguna untuk orang lain, Indy. Aku tidak ingin mereka melihatku sebagai orang yang lemah dan harus dikasihani. Aku tidak mau membuat orang – orang yang aku sayangi menangis disampingku meratapi penyakitku” , suara Rio memecah keheningan di antara kami.

“Ya, aku tahu Rio. Aku dapat mengerti apa yang kamu inginkan. Tetapi Rio, cobalah untuk mengurangi aktifitas kamu. Berhentilah dari forum kesehatan yang sering menyita waktu tidur kamu. Setidaknya kamu tidak terlalu lelah, Rio.Coba lihat dirimu yang sekarang, Rio. Wajahmu begitu pucat dan ada garis hitam di bawah mata. Kamu tidak ingin membuat Lia bertanya – tanya kan? “ , sahutku mencoba menyadarkannya.

“Lelah atau tidak, itu tidak berpengaruh untuk usia aku, Indy. Kalau aku boleh minta sama Tuhan, aku akan minta supaya Tuhan tidak memberiku rasa ngantuk. Sehingga waktu 24 jam dapat aku gunakan sepenuhnya untuk berkarya dan membawa kebaikan untuk orang lain. Waktuku tinggal sedikit, Indy. Aku sebenarnya takut menghadapi ini, karena itu aku tidak ingin memejamkan mataku walau hanya sedetik. Aku takut jika aku memejamkan mataku, aku tidak dapat membukanya lagi “ , kata Rio sambil berusaha tetap tenang. Genggaman tangannya semakin kuat mengenggam ku.

“Aku tahu dan dapat mengerti, Rio. Mungkin aku juga akan bersikap sama jika aku ada di posisi kamu. Tetapi aku tidak dapat setabah kamu. Kamu begitu tabah dan kuat sehingga tidak ada seorangpun yang menyadari bahwa di balik tubuhmu yang gagah, ternyata menyimpan suatu penyakit yang berbahaya “, sahutku pelan.

Tiba – tiba Rio memelukku dan menumpahkan tangisnya dibahuku. Bahunya berguncang menahan isak yang hampir keluar. Rio semakin erat memelukku, mencoba meluapkan semua emosinya dalam rengkuhanku. Beberapa saat kami berpelukan , tanpa ada sepatah katapun keluar dari mulut kami. Dadaku terasa sesak dan sedih. Apa yang dapat aku lakukan untuk menghibur mu, Rio ? Sampai kapan kamu akan menutupi penderitaan kamu dari semua orang yang mengasihimu? Aku berteriak dalam hati.

“Aku takut, Indy. Aku tidak mau mati sekarang, aku masih ingin bermain bersama anakku, aku masih ingin mendampingi Lia dan membuatnya bahagia. Pernikahanku baru 6 tahun, Indy. Baru 6 tahun Lia menyandang status Nyonya Rio, tetapi sebentar lagi aku akan memberikan status baru untuknya. Ya, Lia akan menjadi seorang Janda. Indy, aku tidak rela, Indy. Mengapa semua ini tidak adil buatku? “ ratap Rio dengan pilu.

Semakin kuat Rio memelukku, dan kurasakan tubuhnya berguncang semakin hebat menahan kepedihan yang begitu dalam. Kubiarkan bajuku basah oleh air mata Rio yang semakin banyak tertumpah.

Perlahan Rio mulai melepaskan pelukannya dengan wajah tetap tertunduk. Kuambil tissue basah dari dalam tas dan ku usap air mata yang masih tersisa di pipi nya dengan pelan dan lembut. Wajah tampan di depanku sebentar lagi akan meninggalkan dunia ini. Persahabatan yang telah terjalin cukup lama, membuat kami sangat dekat. Walaupun komunikasi dilakukan hanya lewat dunia maya, tetapi tidak membuat persahabatan kami diwarnai kepalsuan. Masih kuingat saat Rio pertama kali divonis oleh dokter kalau dia menderita leukemia dan diperkirakan masa hidupnya tinggal beberapa bulan. Betapa depresinya dia saat itu. Rio tidak percaya terhadap diagnosa itu, dia masih mencoba untuk periksa ke dokter lain. Tetapi diagnosa dari 3 dokter menyebutkan hal yang sama. Beberapa hari Rio seperti mayat hidup dan tidak punya semangat. Ditengah kekalutannya, Rio mendatangi seorang psikiater. Psikiater tidak dapat membantu banyak, dan Rio tetap sendiri dengan depresinya. Akhirnya Rio mencoba menjalani semua dengan ikhlas dan tabah.

Kepeduliannya kepada sesama dan keinginan kuat untuk memberikan sisa hidupnya untuk orang lain, membuat Rio tidak mempedulikan rasa sakitnya. Dia masih tetap setia menjadi salah satu moderator di sebuah forum kesehatan, masih melayani konsultasi kesehatan dan psikologi dari siapapun dan jam berapapun. Tak pernah sekalipun dia kelihatan sakit di depan orang lain.

Beberapa hari kemudian , ku tanyakan kabarnya lewat SMS “Rio, bagaimana keadaan kamu hari ini ?”

Tidak seperti biasa, Rio tidak langsung membalas SMS ku. Mungkin Rio sedang sibuk dengan pasiennya, begitu pikirku. Aku kembali disibukkan dengan pekerjaanku hingga lupa kalau Rio belum memberi kabar.

Kring……suara telpon di tengah malam membangunkan tidur lelapku. Dengan malas, kuangkat telpon “ Hallo…..”

“Indy, maaf aku mengganggu tidurmu malam – malam “, suara diseberang sana yang sangat aku kenal membalas sapaanku.

“Oh, kamu Rio. Gak apa Rio, aku tidak terganggu kok. Bukankah kamu sudah biasa menggangguku ? “ sahutku dengan becanda.

“Indy, aku merasa waktuku tidak akan lama lagi, Indy. Aku sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakit ini. Aku sudah pasrah dan ikhlas “ suara Rio terdengar terbata – bata.

Suasana hening sejenak, aku sibuk menata hatiku sendiri. Aku tahu waktu Rio tidak akan lama lagi.

“Maukah kamu berdoa bersamaku, Rio ?” tanyaku.

Dan kami pun mulai berdoa bersama.

Tuhan yang Maha Kasih,

Kami menghadapmu kembali unttuk mengucap syukur untuk penyertaan-Mu selama ini kepada Rio , untuk kekuatan dan ketabahan yang sudah Engkau berikan.

Kami tidak tahu apa yang menjadi rencana-Mu,

Tetapi kami tahu dan percaya bahwa rencana-Mu pastilah yang terbaik

Kami serahkan semua rasa sakit ini kepada-Mu ya Tuhan

Kami serahkan hidup kami sepenuhnya ke dalam tangan Mu, Tuhan

Biarlah kehendak-Mu yang terjadi dalam hidup kami.

Amin

“Terima kasih, Indy. Aku sudah tenang sekarang karena ada Tuhan yang akan selalu menjagaku”, Rio berkata di seberang sana.

“Indy, maukah kamu berjanji untukku ?” Tanya Rio

“Ya, apa yang kamu ingin untuk aku lakukan, Rio ?” tanyaku dengan lembut.

“Berjanjilah untuk tidak mengatakan kepada siapapun tentang penyakitku, tentang semua yang aku alami. Aku tidak ingin membuat Lia dan anak – anak sedih. Berjanjilah, Indy “, pinta Rio dengan perlahan.

Aku terdiam sejenak sebelum menjawab “Ok, aku berjanji akan menyimpan semua ini seorang diri “ .

“Terima kasih , Indy. Terima sudah mau menjadi pendengar ku selama ini. Sekarang aku sudah tenang, aku akan tidur. Selamat malam, Indy “, terdengar suara telpon ditutup dari seberang sana.

Kupandangi sosok yang terbujur kaku di depanku, ada senyum dan ketenangan di wajahnya yang pias. Rio menghadap Tuhan tepat satu jam setelah dia menelponku. Beristirahatlah dalam damai, sahabatku. Aku ikut berbahagia karena engkau sudah bersama Tuhan sekarang dan sudah terlepas dari semua penderitaanmu. Selamat Jalan, Rio.

Tmg, 19 April 2010

Rabu, 14 Juli 2010

Monolog

Sore ini hujan rintik – rintik membasahi bumi tempatku berpijak. Sebagian orang segera mempercepat jalan dan laju kendaraannya untuk menghindari hujan dan segera tiba di tempat tujuan. Sebagian lagi segera mencari tempat untuk berteduh. Sedangkan aku dengan langkah pelan menikmati dan membiarkan air hujan yang pelan tapi pasti mulai membasahi rambut dan badanku. Entah sudah beberapa puluh tahun tak kulakukan kegiatan ini.

Bau tanah basah dan kesejukan yang tercipta karena hujan, selalu membawa ingatanku akan seseorang yang jauh di sana. Seseorang yang tak bisa kumiliki, tetapi selalu hadir dalam hati dan pikiranku. Seseorang yang kehadirannya selalu aku nantikan.

Dalam rintiknya hujan, aku biarkan air mata jatuh dan membaur bersama air hujan yang membasahi tanah tempatku berpijak. Air mata yang selalu tertumpah setiap kali aku mengingat dan menginginkannya. Ada kesedihan yang mencuat dari dalam hatiku, ketika aku menyadari bahwa rasa itu hanya fatamorgana. Begitu menyakitkan menyimpan semua rasa itu sendiri, tanpa berani mengungkapkannya kepada siapapun ,bahkan kepada dia sekalipun. Menyimpan semua rasa dan menikmati nya sendiri .Kenapa kamu harus menyimpan semua rasa itu sendiri? Berbagilah dengan dia, setidaknya itu bisa membuatmu lega. Hati kecilku berbisik dan bertanya kepadaku. Hummmm berbagi dan mengungkapkannya? Bukan aku tidak mau, tetapi hal itu pernah kulakukan dan hanya sia – sia. Dia tidak pernah mau mengerti akan semua rasa itu. Lebih baik aku pendam daripada aku membiarkan diriku terluka lagi. Aku pendam dan aku biarkan semua rasa itu menguap dengan sendirinya seperti parfum yang akan lenyap tertiup angin.

Benarkah kamu ingin agar semua rasa itu menguap? Lagi – lagi hati kecilku menyelidik. Ya, karena ga ada gunanya juga aku pertahankan semua rasa itu. Karena rasa cintaku tidak dapat membawa dia ke keadaan yang lebih baik, dan kehadiranku tidak berarti buatnya. Jadi, buat apa aku tetap simpan semua itu kalau aku tidak berguna baginya? Kalau semua usaha dan kata – kata ku tidak pernah dia hargai. Dan akhirnya hanya menorehkan luka ,luka dan luka.

Tetapi kalau kamu memendamnya, itu tidak akan merubah keadaan, dia tidak akan pernah tau tentang hal ini. Hati kecilku mencoba menasihatiku. Apakah masih ada gunanya dia mengetahuinya? Biarlah dia tetap menjadi dirinya dan bahagia dengan keadaannya sekarang tanpa perlu peduli padaku.

Rintik hujan sudah mulai sirna, kuusap air mata yang masih tersisa di pipi. Kutegakkan kepala dan mencoba untuk tersenyum…masih adakah rasa cinta itu? Entahlah…biarlah waktu yang menjawabnya…


temanggung, 18 Juni 2010

Harapan itu Pasti Ada

Inikah hasil dari perjuangan kita?

Membuat sesuatu yang mahal

Berubah menjadi seonggok sampah

Yang hanya dilihat sebelah mata


Inikah akhir dari harapan kita?

Terlihat kelam di setiap bagian

Terasa berat dalam setiap helaan nafas

Terasa perih dalam setiap detak jantung


Mengapa tidak mencoba untuk bangkit

Saat kaki terbenam dalam lumpur

Mengapa tidak mencoba untuk melihat

Ketika kabut menghalangi


Saat udara masih dapat kita hirup

Mari kita belajar

Saat matahari masih menyinari bumi

Harapan itu pasti ada



Temanggung, 5 Juli 2010

Persimpangan

Inikah akhir dari rasa yang pernah kau tawarkan ? Kau mungkin tak pernah tau , apalagi peduli terhadap semua rasa dan jalan yang harus aku lalui. Jalan itu tak mudah bagiku, walaupun mungkin jalan itu terlihat mudah di matamu. Tetapi aku mencoba untuk tetap bertahan walaupun dengan jatuh bangun untuk mengolahnya. Terpuruk, sudah pasti hal itu menjadi bagian dari serangkaian perjalananku dengan semua rasa itu.

Kau tawarkan sebuah rasa yang menyenangkan saat aku belum memikirkannya. Kau berikan rasa yang meyakitkan ketika aku mulai bisa membuka hatiku. Kau jauhi aku ketika aku mulai mencari dan membutuhkan lenganmu untuk menopangku ketika ku jatuh. Kejatuhan demi kejatuhan kau berikan kepadaku, tetapi aku masih berusaha untuk tetap mencintai dan membuka hati ku. Dan berharap jika rasa yang pernah kau tawarkan, benar – benar keluar dari hati kecilmu dan bukan hanya sebagai pemanis bibir. Tak putus asa aku mencari lengan kokoh mu dalam perjalananku melewati jalan yang berlubang, tetapi engkau seperti tertelan bumi, lenyap dan semakin lenyap. Aku mencoba untuk berteriak memanggil namamu, tetapi hanya gema yang memantul kembali. Hingga akhirnya aku kehabisan suara untuk berteriak lagi, dan kehabisan tenaga untuk mencari lenganmu.

Perlahan kesadaran baru memasuki otakku, aku harus bisa bangkit sendiri tanpa lengan kokoh mu yang menopang ku. Berjalan sendiri, menyusuri jalan yang berliku dan berlubang seorang diri. Dengan tertatih dan dengan segenap tenaga yang masih ada, hingga kini langkah ku berhenti di persimpangan.

Persimpangan untuk terus maju dengan rasa hambar yang kini aku miliki dan meninggalkanmu, ataukah harus berbalik untuk membuka hati dan membiarkan kau melukai ku lagi?

Temanggung, 25 Juni 2010

Apatiskah Kita ?

Belakangan sering kali terdengar kata ‘apatis’.Sebenarnya apa sih apatis itu ? Apatis yang dalam bahasa Inggris nya Apathy, berasal dari kata yunani a-pathos yang artinya tanpa perasaan. Orang yang apatis adalah orang yang cuek , tidak peduli dengan urusan orang lain, tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya.

Orang menjadi bersikap apatis jika dia seringkali terpuruk pada suatu keadaan dan tidak melihat akan adanya perubahan yang nyata. “Ah, paling hasil nya juga gitu – gitu aja, sama seperti yang sudah – sudah. Ga perlu rajin - rajin lah, ga ada gunanya juga “ , biasanya akan terucap kalimat seperti itu. Apalagi jika ke apatisan itu kemudian ditambah dengan sikap tidak menyenangkan dari teman, keluarga atau atasan yang berhubungan dengan keadaan itu. Maka sudah dapat dibayangkan apa yang akan terjadi pada orang tersebut…jatuh, jatuh dan jatuh semakin dalam.

Hal tersebut tidak berbeda jauh dengan keadaan orang yang sering terluka, sering disakiti. Lama kelamaan akan menjadi apatis juga. Ketika dia mengharapkan perubahan dari keadaan yang ada tetapi hal itu tak kunjung tiba, yang ada keadaan hati orang tersebut menjadi semakin terpuruk sehingga dia enggan untuk menerima rasa kasih lagi. Rasa kasih sebagai lawan dari kata peduli. Dimana ada kasih, disitu pasti ada rasa peduli. Orang yang sudah tidak peduli lagi terhadap keadaan seseorang atau lingkungan sekitarnya, berarti orang tersebut sudah enggan untuk menerima dan berbagi kasih dengan orang atau keadaan tersebut.

Sikap apatis, putus asa adalah merupakan hal yang wajar dan normal dalam kehidupan manusia. Tetapi memelihara rasa itu terus menerus adalah sebuah kesalahan besar, karena hal itu akan menghambat kita untuk maju. Terus terpuruk pada ke pesimisan tidak akan menghasilkan sesuatu yang baik untuk diri kita. Cobalah untuk bersikap optimis dan yakin bahwa keadaan akan berubah ke arah yang lebih baik Mengurangi bahasan – bahasan yang sekiranya hanya akan membuat kita semakin terpuruk, menghilangkan pikiran – pikiran negative tentang keadaan yang akan terjadi, karena kita sendiri tidak tahu pasti apa yang akan terjadi nanti. Jika kita terus berpikiran negative tentang sesuatu, maka itulah yang akan terjadi. Karena pikiran akan berpola pada sikap kita juga.

So, pilihan ada pada diri kita sendiri. Apakah akan terus memelihara sikap apatis atau kita akan mencoba bangkit dengan secuil harapan bahwa keadaan akan berubah ke arah yang baik ? Monggo…………

Temanggung, 18 Juni 2010

Menghadapi Perubahan, Siapa takut...

Mendapat sebuah kesempatan dengan tawaran yang menggiurkan, siapa sih yang mau menolak ? Ups…tapi jangan keburu menjawab dulu deh. Kalau teori nya sih siapapun pasti akan langsung menjawab ‘mau…mau….’. Tetapi ketika hal itu benar – benar terjadi pada diri kita, akan muncul kebimbangan - kebimbangan untuk menjawabnya. Yang tadinya dengan spontan menjawab ‘YA’ , lambat laut akan berubah seiring dengan rasa cemas dan takut yang mulai bermain – main dalam pikiran kita.


Mengambil sebuah keputusan yang berhubungan dengan perubahan hidup, ternyata tidak mudah. Kebimbangan akan muncul ketika kita dihadapkan pada pilihan apakah aku akan mengambil kesempatan yang ditawarkan itu apapun resikonya atau aku akan tetap berada dengan kondisi dan kenyamananku saat ini,


Rasa takut, rasa cemas, rasa khawatir tentang apa yang akan terjadi jika kita keluar dari zona kenyamanan kita saat ini, akan menjadi factor yang menghambat kita untuk melangkah maju dan akhirnya akan membuat kita tetap berada dalam kondisi saat ini tanpa melakukan perubahan. Memilih untuk tidak melakukan perubahan, sama artinya dengan menghentikan langkah kita untuk bertumbuh dan mematikan kesempatan untuk lebih mengaktualkan diri.


Dengan memilih untuk berubah, berarti kita membuka diri kita dan menyiapkan diri kita untuk menghadapi semua resiko yang akan terjadi di depan. Kemungkinan – kemungkinan positif dan negative yang akan terjadi. Tetapi harus diingat juga bahwa kita hanya memiliki detik ini, satu detik ke depan adalah milik Tuhan karena kita juga tidak tahu apa yang akan terjadi pada kita nanti. Jadi,serahkanlah semua rasa khawatir dan takut pada Nya, biar lah dia yang merenda hidup kita.


Pilihan ada pada kita, apakah kita akan terus menjadi katak dalam tempurung ataukah kita akan mencoba untuk keluar dari tempurung yang membuat kita nyaman ?

Temanggung, 10 Juni 2010

Notes :

Bukan pertumbuhan yang lambat yang harus kita takuti, tetapi kita harus lebih takut untuk tidak tumbuh sama sekali. Janganlah khawatir akan perubahan yang akan terjadi.

Roda Kehidupan

Roda kehidupan terus berputar, ada saatnya berada di atas, ada saatnya berada di bawah. Perjalanan dari posisi bawah menuju ke atas tidaklah mudah, ada banyak halangan dan rintangan yang menyertainya. Memerlukan perjuangan yang gigih untuk mencapai posisi itu.

Dan setelah kita sampai pada posisi atas itu, masih ada perjuangan yang lain lagi yaitu perjuangan untuk mempertahankannya. Boleh dibilang perjuangan mempertahankannya yang paling sulit. Karena kita keliru langkah atau lengah sedikit saja, dapat menyebabkan kita tergelincir dan jatuh ke bawah.

Intinya, saat kita berada di atas hendaklah kita jangan takabur, kalau orang jawa bilang ‘ojo dumeh’ dengan posisi yang kita dapat sekarang. Karena semua itu dapat berbalik dengan mudah, semudah kita membalikkan telapak tangan. Ingatlah saat kita bersusah payah menghadapi semua rintangan dan halangan untuk mendapatkannya , sikut sana sikut sini, jatuh bangun, bersimbah peluh , menguras banyak energy dan tidak didapat dalam waktu yang singkat juga.

Dan sekarang setelah kita berada di atas, apakah kita akan melepasnya begitu saja dengan bermalas – malasan, dengan melakukan korupsi baik itu korupsi waktu, korupsi uang atau yang lainnya? Atau kah kita tetap akan berusaha mempertahankannya dengan mengukir sebuah prestasi gemilang yang berlandaskan kejujuran?

Temanggung, 06 Juni 2010

00: 15

Notes : Setiap orang pernah melakukan kesalahan, tetapi alangkah baiknya jika kita tidak jatuh lagi ke lubang yang sama. Saat kita pernah di atas dan jatuh, hendaknya kita dapat lebih hati – hati lagi jika kita mendapatkan kesempatan lagi untuk berada di atas. Karena kesempatan tidak selalu datang lebih dari 1x.

Kepergianmu

Kepergianmu….

Meninggalkan berjuta tanya di hati

Menorehkan segudang kepedihan yang mendalam

Menyisakan sejumput asa yang sempat tercetus


Kepergianmu

Menyadarkan kami akan makna hidup

Mengingatkan kami akan pentingnya ‘kehadiran’

Memberikan warna sendiri buat kami


Seperti roda kehidupan yg selalu berputar

Ada siang, ada malam

Ada suka, ada duka

Ada awal, ada akhir

Ada pertemuan, ada perpisahan


Selamat Jalan, Sahabat

Doa kami menyertaimu


Mengenang tragedi 18 Maret 2010

Siapa yang Salah

Aku meminta Tuhan untuk melindungiku

Tetapi dengan seenaknya aku ngebut di jalan


Aku meminta Tuhan untuk memberiku rejeki

Tetapi aku memakai uangku untuk berfoya - foya


Aku meminta Tuhan untuk memberiku kebahagiaan

Tetapi aku melihat segala sesuatu dari sisi negative


Aku meminta Tuhan untuk memberiku kesehatan

Tetapi gaya hidup sehat jauh dari kebiasaanku


Aku meminta Tuhan untuk karier yang bagus

Tetapi jam kerja aku gunakan untuk fb dan chatting


Aku meminta Tuhan untuk memberiku kekuatan

Tetapi tak pernah sedetikpun aku berhenti mengeluh


Aku meminta Tuhan untuk menyelesaikan masalahku

Tetapi aku selalu mencari kehendakku


Aku meminta Tuhan untuk diberi kesabaran

Tetapi aku tak pernah mau bangkit


Kalau sudah begini, aku atau Tuhan yang salah ?


Tmg, 26 April 2010

Apa Adanya Aku

Berjalan tanpa arah
Berkata tanpa makna
Berbuat tanpa batas

Dibuang
Disingkirkan
Dijauhi

Bersimbah peluh
Penuh debu
Rambut gimbal

Itulah aku
Terbungkus dalam baju compang camping
Aku adalah seperti yang orang lihat
Tidak menyembunyikan kebusukanku
Dalam baju mahal dan mobil mewah

Itulah aku
Orang menjauhi ku karena rupaku
Tetapi aku masih punya nurani
Aku tidak berbuat jahat terhadap mereka

Itulah aku
Yang menikmati hidupku sendiri
Merasakan asin manis hidup sendiri
Hanya aku dan Dia dalam hariku



Tmg, 28 April 2009



Dibuat dalam rangka hari puisi tanggal 28 April

Refleksi Pribadi - Ketenangan Jiwa

Hidup kadang terasa sangat menakutkan, tetapi jika kita sudah menjalaninya dengan apa adanya, maka tidak akan terasa lagi apakah hari ini kita berada pada masa buruk atau tidak. Menjaga supaya emosi tetap terkontrol, menjaga sikap dan kata – kata adalah hal penting yang harus dilakukan supaya kita tidak berada pada masa buruk yang berkepanjangan. Sikap positif, mencoba untuk memaklumi semua hal dan mencoba untuk melihat masalah dari sisi yang lain sangat penting untuk menggapai ketenangan diri kita sendiri.

Terus – menerus berpikiran negative tentang orang lain, berpikir menurut emosi dan melihat segala sesuatunya dari sisi negative, hanya akan membuat hati dan jiwa kita semakin terpuruk, semakin terasa menyakitkan dan menambah beban jiwa.

Ketika kita berada di tempat dan situasi yang tidak kita sukai, sedapat mungkin kita mencoba untuk dapat menerima hal itu tanpa kita sendiri terjun ke dalam situasi tersebut. Lihatlah hal yang tidak kita sukai tadi dari sisi pandang yang berbeda, demi sebuah kerukunan dan kenyamanan meski kita sendiri tidak akan menerjunkan diri ke hal negative yang sudah kita suling menjadi positif tadi.

Sebagai contoh jika ada seseorang yang berkata kepada kita “ Kamu itu memang nyebelin kok !”, jika kita merespon kalimat dan pernyataan itu dengan emosi dan pikiran negative, bisa saja yang ada dalam pikiran kita adalah ‘Memangnya kamu siapa kok berani – beraninya ngomong begitu ? Apa salah aku sama kamu kok kamu bilang begitu ?” Dan dapat ditebak apa yang akan terjadi selanjutnya.

Tetapi jika kalimat dan pernyataan itu kita lihat dari sisi yang lain tanpa emosi, maka yang ada di benak kita hanyalah “oo kamu itu memang suka bercanda “ dan kita dapat menimpali kembali pernyataan itu dengan canda sehingga akhirnya kalimat yang tadinya bernilai negative , dapat berubah menjadi bernilai positive.


Masalah – masalah yang sering kita dapat sebenarnya merupakan masa pembelajaran kita untuk bisa lebih dewasa. Kita diberi masalah dan sebenarnya kita juga diberi kesempatan untuk mengembangkan diri, belajar lebih tenang dan dewasa.

Misalnya setiap hari kita kehujanan, lama – lama kita akan mencari cara bagaimana supaya kita tidak kehujanan. Saat itu kita hanya memiliki sebuah payung yang sobek dan kita tidak memiliki uang untuk membelinya. Sementara semua teman memiliki payung yang bagus. Jika kita mengijinkan emosi melingkupi diri kita maka kita hanya akan berpikir “Huh kok aku hanya punya payung satu, sudah sobek pula. Malu – malu in aja”. Yang akan terjadi kemudian adalah kita akan mendapati bahwa jiwa kita merana. Tetapi jika kita memandang masalah itu dengan tenang dan dewasa maka kita akan berkata kepada diri kita “ Gak apalah payungku sobek, yang penting aku tidak kehujanan “ dan jiwa kita akan tetap tenang.


Ketenangan , kedamaian dan kebahagiaan itu datang dari diri kita sendiri dan hanya kita yang dapat mewujudkan, bukan tergantung kepada orang lain. Seburuk apapun sikap orang lain kepada kita, hal itu tidak akan berpengaruh jika kita sudah menemukan dari sisi mana kita akan melihatnya dan kemana kita akan melangkah. Jangan memancing emosi kita sendiri atau hal – hal lain yang akan membuat kita jatuh dan sedih karena hal itu hanya akan membuat kita terpuruk.

Demikian juga sebaliknya , kita tidak dapat mengontrol hidup orang lain bahkan anak dan suami/istri kita sekalipun. Hidup kita adalah mutlak milik kita, kita sendiri yang dapat menentukan akan dibawa kemana hidup kita. Membuat orang lain bahagia adalah hal yang abstrak, yang dapat kita lakukan hanyalah apakah dia bahagia dengan tindakanku , dengan keberadaanku. Kadang apa yang kita pikir apa yang kita lakukan dapat membuat orang lain bahagia , malah membuat orang itu tidak nyaman. Misalnya ketika kita memberi perhatian kepada orang yang kita sayang dengan pertanyaan – pertanyaan “ Kamu sudah makan ? Bagaimana keadaan kamu hari ini ? Kerja yang baik ya ..” . Buat kita, pertanyaan – pertanyaan yang kita ajukan adalah sebagai ungkapan perhatian kita, tetapi bisa saja orang tersebut menganggap pertanyaan – pertanyaan itu sebagai sebuah kebawelan “Sudah tahu aku masuk kerja kok masih ditanyakan bagaimana keadaan ku hari ini “. Ujung – ujungnya orang tersebut tidak mau menjawab pertanyaan kita dan kita merasa dicuekin. Kadang kita terlalu suka mengikuti apa yang kita pikirkan dan menganggap bahwa apa yang kita pikirkan itu adalah hal benar, sehingga akhirnya kita menjadi ‘sotoy dan asbun’. Dan akhirnya dari sikap sotoy dan asbun kita, dapat membuat orang lain terluka.

Hidup adalah belajar, dan Kita dapat belajar dari masa lalu. Dengan belajar dari masa lalu , kita akan dapat memahami dan mengerti akan kesalahan sendiri. Selama kita belum mau mengerti akan kesalahan kita dan tidak merasa bahwa kita salah, kita tidak akan pernah bisa memahami dan membahagiakan siapapun. Dengan mengerti dan memahami akan kesalahan kita, kita dapat selangkah lebih maju untuk membuat hidup kita dan orang lain menjadi bahagia. Lupakanlah masa lalu yang buruk dan terimalah dengan baik dan ikhlas. Memikirkan masa lalu yang buruk hanya akan menyakitkan dan menimbulkan dendam dan luka. Jadikanlah masa lalu yang buruk sebagai batu loncatan untuk proses pembelajaran diri.

Segala sesuatu akan indah pada waktunya ketika kita mau menyerahkan diri seutuhnya pada kehendakNya. Tidak memaksakan kehendak, tidak memaksakan diri untuk melakukan sesuatu di luar batas kemampuan kita saat ini. Tetapi mencoba bersabar dan menunggu hingga saat yang kita inginkan tiba ,akan jauh membawa hasil yang lebih baik dan membuat hidup kita tenang.




Temanggung, 16 Maret 2009



Refleksi pribadi setelah mengalami masa – masa buruk selama hampir tiga bulan yang membuat jiwa kering dan kehabisan ide untuk menulis.