Senin, 11 April 2011

Jaga Selalu Hatimu (2)

“Adit, serius dikit dong dit. Jangan becanda terus, nanti tugas kita gak selesai deh. Padahal besok kan harus dikumpulkan “, pinta Laras dengan muka cemberut.

“Hehehe iya Laras sayang, aku akan lebih serius lagi deh. Udah jangan cemberut gitu donk, nanti mukanya jadi keriput dan jelek seperti nenek sihir lho “, goda Adit sambil memasang wajah lucu.

“Adit......udah deh, udah ya...sekarang kita fokus ke tugas kita dulu. Ok ?”, kata Laras sambil memelototkan mata nya yang memang sudah besar.

“Baik , Ibunda ratu. Hamba akan mulai mengerjakan tugas ini “, sahut Adit.

“Adit......”, teriak Laras sambil melempar bantal kursi ke arah Adit.

“Hahaha ...ok...ok...sekarang aku mau serius deh “, sahut Adit sambil mengacak – acak rambut Laras.

Mereka tertawa bersama, hingga tak sengaja Laras menoleh ke arah pintu ruang tamu.

“Lho Hans, sejak kapan kamu berdiri di situ? Ayo masuk sini “, Laras menghampiri Hans yang sedari tadi hanya berdiam di pintu menyaksikan Adit dan Laras bercanda.

“Sudah sejak tadi aku berdiri di pintu, aku coba mengetuk tetapi kalian sedang asyik sendiri. Aku hanya sebentar kok Laras, aku hanya mengantarkan undangan untuk acara besok di Balai Kota. Kepala Sekolah menugaskan kita berdua untuk datang ke acara itu “, sahut Hans sambil menyodorkan sebuah amplop ke Laras.

“Kita berdua ? Maksudnya aku dan kamu ? “, tanya Laras.

“Betul, Laras. Besok kita bertemu di sana jam 7 pagi ya. Sekarang aku pamit pulang dulu “, sahut Hans yang langsung membalikkan badan dan berlalu dari rumah Laras.

Dalam perjalanan pulang, Hans masih terbayang – bayang dengan peristiwa di rumah Laras tadi. Keakraban antara Adit dengan Laras masih mengganggu pikiran Hans. Hmmm ternyata kamu jutek ke aku karena kamu sudah punya cowok ya Laras, batin Hans. Ada perasaan aneh yang singgah di hati Hans ketika menyadari kalau Laras sudah memiliki Adit. Rasanya seperti ingin marah, ingin teriak, dan ada yang mengiris – ngiris hatinya sedikit. Perih, apakah ini yang namanya cemburu ya ? Hans bertanya – tanya sendiri. Tetapi mana mungkin aku cemburu terhadap Laras, dia hanya gadis biasa yang gak modis, gak menarik baik dari body, wajah maupun gaya nya.

Keesokan paginya Laras datang ke balai kota dengan diantar oleh Adit menggunakan sepeda motor butut milik Adit yang suaranya berisiknya minta ampun. Di pintu gerbang, nampak Hans sudah menunggu Laras karena satu undangan untuk berdua sehingga untuk masuk ke dalam Hans harus bersama – sama dengan Laras.

“Ayo Laras, acara sudah hampir dimulai. Mengapa kamu datang sesiang ini ?”, tanya Hans sambil menarik tangan Laras.

“Lepaskan tanganku , Hans. Aku harus berbicara dengan Adit dulu untuk meminta dia menjemputku nanti siang “, sahut Laras hendak membalikkan badannya ke arah Adit.

“Gak perlu, Laras. Nanti aku akan mengantarmu pulang “, sahut Hans dengan tegas dan kembali menarik tangan Laras.

Ada senyum kemenangan singgah di wajah Hans karena berhasil membuat Laras tidak menemui Adit lagi. Dan yang paling penting, dia bisa berdua dengan Laras sepanjang hari itu. Eits, mengapa aku sesenang ini ya bisa berdua dengan Laras? Apakah aku sudah jatuh cinta dengan Laras? Hmmm ga mungkin aku jatuh cinta dengan Laras. Dia bukan typeku, aku hanya merasa tertantang saja untuk menaklukan dia. Apalagi setelah tau kalau Laras sudah memiliki Adit yang juga biasa – biasa saja. Aku pasti bisa merebut Laras dari tangan Adit ,tekad Hans dalam hati.

Laras gelisah , berkali – kali dia melirik ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Dia tak ingin waktu cepat berlalu, dia ingin berada berdua bersama Hans lebih lama lagi. Baru sekali ini mereka benar – benar menghadiri sebuah acara hanya berdua saja. Laras jadi teringat lagu Kemesraannya Iwan Fals. Kemesraan ini janganlah cepat berlalu ....doa Laras dalam hati. Kok kemesraan ya? Apa – apaan aku ini. Aku sudah memiliki Adit, tetapi mengapa aku masih mengharapkan berlama – lama dengan Hans ? Tetapi rasa ini benar – benar gak bisa aku hilangkan dan gak pernah aku miliki selain terhadap hans, bahkan rasa terhadap Adit sekalipun ga pernah sedalam ini. Perasaan bersalah menghinggapi Laras ketika dia mengingat Adit, cowok baik dan sederhana yang selalu ada buat dia. Adit yang selalu mengerti aku dan selalu melindungiku, dia terlalu baik untuk aku sakiti.

Minggu, 27 Maret 2011

Jaga Selalu Hatimu (1)

Laras keluar dari ruang Osis dengan hati puas setelah dia berhasil mementahkan ide Hans untuk acara 17 Agustus yang akan diadakan di sekolah. Entah sudah keberapa kali dia berhasil mementahkan ide – ide dari Hans walaupun sebenarnya ide – ide Hans itu cukup bagus, gak kalah bagusnya dengan ide – ide yang Laras lontarkan. Tetapi berkat kepiawaian Laras dalam mengolah kata, akhirnya ide – ide Laras lebih sering dipakai daripada ide – ide Hans.

Sementara itu, Hans yang masih terbengong – bengong dengan hasil rapat Osis tadi hanya dapat memandangi kepergian Laras dengan pandangan penuh tanya. “ Gadis yang aneh, sunguh – sungguh aneh. Mengapa ya Laras selalu bersikap tidak bersahabat terhadapku, padahal banyak gadis – gadis lain yang rela bermanis – manis hanya untuk mendapatkan perhatian dan sapaanku ? “, kata Hans dalam hati.

“Laras....tunggu ...”, kejar Hans ketika dia melihat Laras hendak melangkah keluar dari gerbang sekolah.

“Ooo kamu ternyata yang memanggilku. Ada apa, Hans ? Bukannya hasil rapat sudah diputuskan tadi? Dan kamu juga tau kan kalau aku tidak mau membahas tentang kegiatan Osis di luar jam sekolah “, kata Laras sambil menghentikan langkahnya.

“Hmmm aku gak akan membicarakan tentang kegiatan Osis kok. Ada yang ingin aku tanyakan , aku harap kamu mau menjawab dengan jujur”, Hans menatap mata Laras dengan tajam.

“Ok, apa yang akan kamu tanyakan ? Tolong cepat Hans, karena aku tidak memiliki banyak waktu”, kata Laras sambil balas menatap Hans.

“Mengapa kamu selama ini selalu bersikap tidak bersahabat denganku , Laras? Apakah aku pernah berbuat salah kepadamu ?”, tanya Hans.

“Aku bersikap tidak bersahabat? Hmm itu hanya perasaanmu saja, aku tidak merasa bersikap seperti itu. Jangan ge er, please...Udah, aku mau pulang sekarang “, sahut Laras sambil berlalu meninggalkan Hans yang hanya mampu terbengong mendengar jawaban Laras yang sama sekali tidak dia duga.

Laras merebahkan dirinya di tempat tidur tanpa mengganti bajunya terlebih dahulu seperti biasa. Pikirannya menerawang ke peristiwa di sekolah tadi. Hans...hans...sampai kapan sih kamu akan berhenti jadi anak manja dan menjadi dewasa ? Sampai kapan sih kamu dapat menjadi diri kamu sendiri tanpa pengaruh kekayaan dan ketampanan kamu? Sampai kapan kamu akan sadar kalau sebenarnya aku selalu menyupport kamu dengan sengaja mementahkan ide – ide kamu dengan harapan kamu dapat lebih kreatif lagi sebagai ketua Osis?

Tanpa sadar, air mata membasahi pipi Laras. Tahukah kamu Hans, kalau sebenarnya aku sangat menyayangi kamu? Sadarkah kamu Hans bahwa sebenarnya sikap jutekku hanya untuk menutupi perasaan aku yang sesungguhnya ? Aku sadar dan tau diri, siapa aku dan siapa kamu. Perbedaan kita terlalu jauh dan aku tidak ingin harga diriku diinjak – injak hanya karena aku orang miskin. Aku hanya dapat menyupport kamu dari belakang, Hans. Aku tulus menyayangi kamu sebagai pribadi , bukan dari apa yang kamu miliki. Maafkan aku Hans, kalau sikapku membuat kamu bertanya – tanya dan bingung.

Setelah sadar kalau Laras meninggalkannya, Hans segera menuju ke mobilnya, mobil Xtrail yang diberi papa nya sebagai kado ulang tahun satu bulan yang lalu. Hans mengendari mobilnya perlahan karena sebenarnya jarak dari sekolah ke rumahnya tidak terlalu jauh. Bayangan sikap Laras yang jutek tadi masih membekas di hati nya. Mengapa dia bisa sejutek itu denganku ya? Padahal aku tau, Laras itu orang yang baik dan ringan tangan. Dia juga termasuk orang yang sabar, terbukti dari sikap – sikap dia ketika kunjungan ke panti jompo beberapa waktu lalu. Ah sudahlah, untuk apa aku memikirkan dia? Urusan dengan dia hanya sebatas urusan Osis saja, gak lebih dari itu. Sekarang lebih baik aku menelpon Linda dan mengajaknya kencan.