Selasa, 23 Februari 2010

Memahami Luka Batin

Setiap orang pasti pernah merasakan yang namanya sakit hati, baik itu sakit hati kepada teman, orang tua, saudara, atasan ataupun kekasih. Sakit hati yang terus menerus kalau dipupuk akan menjadi luka batin yang dalam. Luka batin muncul karena ada perasaan diperlakukan tidak adil, tidak diperhatikan, tidak dikasihi. Luka batin membuat orang merasa tidak nyaman karena pikiran dan hati dipenuhi oleh perasaan benci, dendam dan pelecehan. Sakit hati sering membuat orang menjadi down, dan membuat emosi tidak stabil serta kehilangan percaya diri. Luka batin akibat perlakuan orang terdekat sering lebih menghancurkan , apalagi jika luka itu terjadi berulang kali. Luka batin yang tidak dikelola dengan baik, sebenarnya akan merugikan diri kita sendiri. Membuat jiwa kita tidak tenang dan menguras sebagian besar memory dan waktu kita. Seringkali akal sehat kita kalah oleh emosi kita. Maraknya pembunuhan dengan motif dendam adalah salah satu contoh dimana akal sehat / logika dikalahkan oleh emosi.

Lalu apakah kita akan terus terkurung dalam luka batin kita dan akan membiarkan hidup kita diracuni oleh dendam yang tidak ada habisnya? Sakit hati dan luka batin bukan untuk dilupakan, karena semakin kita berusaha melupakannya maka akan semakit sulit juga buat kita untuk melupakannya. Yang ada kita akan semakin sakit dan terpuruk. Mungkin untuk sejenak luka batin itu bisa dilupakan, tapi itu hanya untuk sementara. Luka itu akan menguak lagi ketika suatu saat kita mengingatnya.

Saya sendiri pernah mengalami luka yang ditimbulkan oleh seseorang yang berarti buat saya. Perasaan marah, benci , muak membuat saya kehilangan kendali untuk mengontrol emosi dan ucapan saya. Hari – hari yang sungguh sangat menyiksa ketika saya membiarkan diri saya hanyut dalam amarah dan kebencian. Mau makan gak enak, mau kerja dipaksa konsen, mau tidur juga gak bisa nyenyak. Banyak cara yang dilakukan untuk sekedar mencari – cari kesalahan dia. Akhirnya saya merasa lelah.

Saya ambil waktu untuk menyendiri dan menenangkan diri. Dengan menyerahkan diri seutuhnya pada kerahimanNya, Saya coba telaah lagi peristiwa – peristiwa yang terjadi yang membuat dia menyakiti saya. Dari situ saya belajar bagaimana saya harus bisa memahami luka itu sendiri. Mencoba menerima luka itu sebagai bagian dari proses pendewasaan pribadi dan menjadikan luka itu sebagai bagian dari sebuah relasi yang harus dijalani, dapat membuat relasi itu menjadi semakin kuat.

Setelah saya mencoba menerima luka itu, langkah selanjutnya adalah memaafkan dia. Dengan berpedoman pada kata – kata tidak ada manusia yang sempurna, saya mencoba untuk memahami sikapnya sebagai sesuatu yang wajar. Bukan tidak mungkin juga saya telah melakukan hal yang sama terhadapnya.

Setelah dapat memaafkan dan menerima luka itu dengan iklas, saya menghubungi dia dan meminta maaf karena pernah menyimpan rasa marah dan dendam ke dia. Saya ungkapkan juga bagaimana kata – kata dan sikap dia pernah membuat saya sakit hati. Hanya sekedar mengungkapkan dan tidak mengharapkan balasan kata – kata maaf.

Kunci utama untuk menyembuhkan luka batin adalah kasih. Dengan kasih kita dapat mencoba memahami orang lain, memaafkan orang lain dan tidak menyimpan dendam.

Jadi mana yang kita pilih, apakah kita akan membiarkan diri kita terbelenggu dalam luka batin yang menyiksa, atau kita akan bangkit untuk menyembuhkan luka batin itu dan mendapati kebijaksanaan – kebijaksaan baru dalam hidup kita?

Tidak ada komentar: